LOGOS https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS <p>Jurnal <strong>Logos</strong> memuat artikel hasil penelitian tentang ilmu Filsafat dan Teologi yang dikaji secara empiris dan sesuai kaidah ilmiah sebagai refleksi kritis yang sistematis atas iman khususnya iman Katolik dengan fokus kajian Teologi, Filsafat, Kajian Sosial, Naluri dan Iman, Teknologi pada Teologi dan Filsafat, Pendidikan Agama dan kepercayaan tentang kebenaran pokok-pokok iman Katolik dalam terang wahyu Ilahi, yaitu tradisi dan Kitab Suci, selanjutnya mengenai pelaksanaan iman dalam hidup sehari-hari. Terbit 2 (dua) kali dalam setahun, Bulan <strong>Januari</strong> dan Bulan <strong>Juli </strong>oleh Fakultas Filsafat Universitas Katolik Santo Thomas . Majalah ini berorientasi pada Nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan ini dimaksudkan sebagai media untuk mengangkat dan mengulas pengalaman manusia dan religius berdasarkan disiplin ilmu filsafat dan teologi serta ilmu-ilmu humaniora yang terkait dengannya</p> en-US suripofmcap@yahoo.com (Surip Stanislaus) gonti_simanullang@ust.ac.id (Gonti Simanullang) Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 OJS 3.2.1.4 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 PERKAWINAN TANPA ANAK YANG DISENGAJA https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2991 <p>Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya dan menurut model dan motivasi kasih. Allah memahat di dalam diri setiap manusia suatu daya untuk mengasihi. Salah satu bentuk panggilan untuk mengasihi dalam Gereja Katolik terwujud dalam perkawinan. Salah satu tujuan perkawinan adalah kehadiran anak. Dewasa ini, ada fenomen perkawinan tanpa anak yang disengaja, yang disebut <em>childfree</em>. Gereja mencermati dan menanggapi <em>childfree</em> yang merupakan salah satu keadaan keluarga saat ini. Dalam Seruan Apostolik <em>Amoris Laetitia</em> dicermati beberapa alasan keluarga memilih <em>childfree</em>. Gereja berpandangan bahwa <em>childfree</em> tidak sesuai dengan kodrat perkawinan Katolik. Ada beberapa pendapat Gereja sehingga mengatakan bahwa <em>childfree</em> tidak sesuai dengan kodrat perkawinan Katolik, salah satunya ialah prokreasi. Gereja perlu bertindak menghadapi fenomen <em>childfree</em> dengan menggalang kerja sama dengan pasangan suami-istri dan pemerintah.</p> <p>&nbsp;</p> Largus Nadeak, Sihol Situmorang, Marianus Bhia Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2991 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 KEMARTIRAN:JALAN MENUJU PERSATUAN DENGAN YESUS KRISTUS https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2992 <p>Pada zaman Santo Ignatius, Uskup Antiokia, Gereja sungguh berjuang untuk membela dan mempertahankan imannya. Umat Kristiani dipaksa untuk menyangkal imannya dan dihadapkan ke pengadilan. Sebagian besar dari mereka tetap mengakui imannya kendati harus menanggung kemartiran, antara lain Ignatius. Ia memandang kemartiran sebagai bukti persembahan diri kepada Allah dengan menjadikan dirinya sebagai gandum yang digiling menjadi roti murni. Bagi Ignatius, kemartiran adalah bentuk pemuridan total dan jalan mencapai kesempurnaan mengikuti jejak Kristus. Penghayatannya akan kemartiran terkait erat dengan pemahamannya perihal Ekaristi yang menghantar umat pada persatuan dengan Allah dalam Kristus.</p> Sihol Situmorang, Antonius Moa, Silvanus Eko Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2992 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 YOHANES 20:19-31 DAN TEOLOGI BELASKASIH https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2993 <p>This study aims to examine whether the Gospel of John 20:19-31 contains a theology of mercy. This theology is actualized in the Catholic Church’s tradition, especially in the liturgical celebration of Divine Mercy Sunday, where it uses John 20:19-31 as the third reading in the Eucharist. The passage of John 20:19-31, in fact, does not employ the word “mercy” or “love.” It narrates the appearance of the risen Jesus to the frightened disciples. Applying synchronic and diachronic approaches to the text, this article will show that John 20:19-31 contains theologically “mercy” described in the acts of Jesus Christ: His appearance, his presence, and his forgiveness. Mercy belongs to God; it depicts the character of Jesus Christ, and it was taught by Jesus for His disciples to practice. Even though in the Church Fathers’ writings and the Ecclesiastical Documents, John 20:19-31 has been related to the theme of mercy, in this article it will be observed textually to find that it richly reflects the theology of mercy.</p> F.X. Marmidi, Arie Rizky Oktovianus Saragih, Stanislaus Surip Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2993 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 MANFAAT KATEKESE PERSIAPAN PERKAWINAN BAGI KELUARGA MUDA DALAM MEMBANGUN KELUARGA RUKUN KRISTIANI https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2994 <p>Gereja Katolik membuat aturan perihal katekese persiapan perkawinan, sebagaimana yang ditetapkan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, kanon 1063 dan 1064. Katekese persiapan perkawinan secara umum diberikan kepada orang muda dan secara khusus katekese persiapan perkawinan diperuntukkan bagi calon pasangan suami-istri yang hendak merayakan perkawinan. Gereja Keuskupan Agung Medan juga menegaskan hal ini, dengan membuat rancangan pelaksanaan katekese persiapan perkawinan bagi calon pasangan suami-istri. Pelaksanaan katekese persiapan perkawinan memiliki tujuan, yaitu agar keluarga-keluarga Katolik mampu membangun keluarga rukun kristiani. Keluarga rukun kristiani ialah keluarga yang berdasar pada kasih Allah. Tulisan ini hendak memaparkan manfaat katekese persiapan perkawinan bagi keluarga muda dalam membangun keluarga rukun kristiani. Manfaat tersebut digali lewat suatu penelitian kualitatif atas pelaksanaan katekese persiapan perkawinan di Paroki Santo Joseph Jalan Kain Batik – Pematangsiantar. Informan dalam penelitian ini, ialah keluarga muda yang tinggal di Gereja Paroki dan jumlan informan yang diambil sebanyak 4 keluarga dengan usia perkawinan pasangan suami-istri berada di antara 0-10 tahun. Usia perkawinan ini dibagi dua, yaitu usia perkawinan 0-5 tahun sebanyak 2 keluarga dan usia perkawinan 6-10 tahun sebanyak 2 keluarga</p> Asrot Purba, Junius Setiawan Sihombing, Yustinus Slamet Antono Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2994 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 PENGALAMAN TENAGA KERJA INDONESIA ILEGAL DI MALAYSIA https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2995 <p><strong>&nbsp;</strong></p> <p>The limited domestic job vacancies have caused many Indonesian citizens or Indonesian Migrant Workers (TKI) to seek work abroad. This certainly makes someone who is being squeezed by life's problems, especially economic problems, will eventually take all kinds of ways that are believed to be able to overcome their life problems. This is where illegal migration practices emerge, there are people who do not have complete documents, but want to work in Malaysia to make ends meet. This is further supported by the difficulty of obtaining work permits at the immigration office. However, being an illegal migrant worker does not make things easier. It turns out that there are many difficulties and risks that must be faced, even to the point of being life threatening. Using Moustakas' phenomenological research method, researchers try to explore the meaning of the experience of illegal migrant workers. Illegal status, which is very vulnerable to various risks, is felt to describe the whole experience more. Various difficulties while working as illegal migrant workers even with a large salary do not make them enjoy life. Finally they realize that a quiet, comfortable and safe life is much more valuable than just a big salary. The results of the phenomenological analysis at the synthesis stage in intuitive integration reveal the true meaning of this experience, namely a sense of peace is more valuable than a large salary. ini dibagi dua, yaitu usia perkawinan 0-5 tahun sebanyak 2 keluarga dan usia perkawinan 6-10 tahun sebanyak 2 keluarga.</p> Gonti Simanullang, Anselmus Chartino Ade Bangun, Ignatius L.Madya Utama Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2995 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 FUNGSI PERAYAAN ADAT BATAK DAN PERAYAAN SAKRAMEN PERKAWINAN PADA MASYARAKAT BATAK KATOLIK DALAM PERSPEKTIF FUNSIONALISME AGAMA https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2996 <p>Mayoritas masyarakat Batak Toba adalah Kristen (Protestan dan Katolik). Fungsionalisme agama memandang sesuatu sebagai agama dalam karakternya yang menyatukan masyarakat. Perayaan adat perkawinan Batak berdasar pada penghayatan akan sistem sosial <em>dalihan na tolu</em>. Perayaan sakramen perkawinan berdasar pada kepercayaan akan subjek spiritual yang disebut Tuhan. Kedua perayaan berfungsi dalam masyarakat. Dalam analisa fungsi integratif perayaan adat perkawinan Batak dan perayaan sakramen perkawinan mempengaruhi nilai-nilai perkawinan. Perkawinan dihayati mengandung kesepakatan bebas kedua pengantin, keterlibatan keluarga dan struktur <em>dalihan na tolu, </em>kehadiran Tuhan, kesetiaan perkawinan, serta penerusan keturunan sebagai tujuan perkawinan. Dalam fungsi <em>laten of maintenance, </em>perayaan adat perkawinan diterima dan membuat masyarakat menghidupi nilai-nilainya karena merupakan tradisi warisan yang bernilai baik, merupakan syarat untuk menerima hak sebagai anggota masyarakat, serta merupakan sarana menerima berkat berupa kehangatan relasi sosial. Perayaan sakramen perkawinan diterima dan membuat masyarakat menghidupi nilai-nilainya karena merupakan sarana berelasi dengan Tuhan, merupakan sarana memohon dan menerima berkat berupa optimisme hidup perkawinan, serta pengaruh dari lingkungan sosial.</p> Yustinus Slamet Antono, Ade Christianto Tambunan, Largus Nadeak Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2996 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 SESAMA MANUSIA MENURUT LUKAS 10:25-37 DALAM HUMANA COMMUNITAS https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2997 <p>Artikel ini menunjukkan bahwa jika dokumen gerejawi <em>Humana Communitas </em>dibaca sebagai sebuah penafsiran Injil Lukas (10:25-37), dokumen ini akan memberikan kontribusi untuk memahami makna khusus dari pertanyaan dalam Injil, “Siapakah sesamaku manusia” (Lukas 10:29), dan aktualisasinya. Semua manusia adalah saudara dan saudari karena mereka diciptakan menurut gambar Allah. Manusia dipanggil untuk hidup dalam persaudaraan dan saling melayani. Saat ini, ada banyak pertanyaan tentang makna sesama manusia. Hal ini terjadi karena adanya mentalitas yang merendahkan dan tidak menghargai martabat manusia. Terlebih lagi, dunia telah menderita karena pandemi COVID-19. Dalam situasi seperti ini, pertanyaan ahli Taurat kepada Yesus dalam Injil Lukas, “Siapakah sesamaku manusia” menjadi poin penting yang dapat menjadi ‘peringatan etis’ bagi umat Kristiani dalam upaya mengekspresikan kasihnya kepada Tuhan dan kepada sesama. Menurut Yesus, sesama manusia adalah mereka yang telah menunjukkan belas kasihan kepada semua orang.</p> F.X. Marmidi, Surip Stanislaus, Lukman Pandiangan Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2997 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 PERWUJUDAN BELAS KASIH DEVOSAN KERAHIMAN ILAHI DI PAROKI SANTO LAURENTIUS BRINDISI PEMATANGSIANTAR https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2998 <p>Devosi Kerahiman Ilahi diperkenalkan oleh seorang suster dari Kongregasi Bunda Allah Kerahiman, dan sekarang telah dikanonisasi menjadi santa. Devosi Kerahiman Ilahi sudah berkembang di banyak negara termasuk di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komunitas Kerahiman Ilahi Keuskupan Agung Pontianak (KKI-KAP), devosi Kerahiman Ilahi telah berkembang di 22 keuskupan di Indonesia. Di Keuskupan Agung Medan umat beriman sudah banyak mengetahui dan berdevosi Kerahiman Ilahi. Penulis tertarik mendalaminya untuk mengetahui sejauh mana para devosan mewujudkan belas kasih Allah. Dalam buku catatan hariannya, St. Faustina mencatat begitu banyak pesan belas kasih yang disampaikan Yesus kepadanya. Pesan-pesan itulah yang kiranya menjadi inspirasi permenungan St. Faustina tentang belas kasih. Belas kasih itu harus diamalkan dengan perbuatan, perkataan dan doa. Pesan belas kasih itu jugalah yang dihidupi oleh para devosan Kerahiman Ilahi di Paroki St. Laurentius Brindisi Pematang Siantar.</p> Yohanes Anjar Donobakti, Andi Bonifasius Girsang, Sihol Situmorang Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2998 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 PEMBENTUKAN RUANG SAKRAL BAGI YANG KUDUS PADA GUA MARIA DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI AGAMA https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2999 <p>Ruang sakral Gua Maria merupakan bentukan dari manusia religius. Ruang sakral Gua Maria terbentuk tidak terlepas dari kisah historis keberadaan masyarakat Katolik yang menginginkan tempat peziarahan bagi Bunda Maria yang menghadirkan Yang Kudus. Kehadiran Yang Kudus pada Gua Maria didukung oleh pengalaman para pengelola Gua Maria dan kesaksian mukjizat dari para peziarah. Peristiwa yang meneguhkan kehadiran Yang Kudus pada Gua Maria ialah adanya berbagai kisah kesembuhan melalui air sendang. Air yang mempunyai daya penyembuhan diyakini menjadi tanda kehadiran Yang Kudus. Berbagai kisah pun bermunculan sehubungan dengan pengalaman akan Yang Kudus. Kisah-kisah itu sangat berperan dalam pembentukan ruang sakral bagi Yang Kudus. Karena itu, Gua Maria telah mengalami proses panjang untuk tetap menjadi ruang sakral bagi Yang Kudus. Hal penting yang membentuk ruang sakral pada Gua Maria adalah adanya ritual religius, baik positif maupun negatif. Ritual religius menjadi salah satu upaya sakralisasi ruang Gua Maria untuk menghindari terjadinya profanisasi. Selain itu, sikap para peziarah juga sangat menentukan terbentuknya ruang sakral bagi Yang Kudus pada Gua Maria.</p> Antonius Moa, Alfonsus Ara, FX. Hendri Firmanto Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/2999 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 BAPTIS MENURUT MATIUS 3:13-17 DALAM DIALOG DENGAN RITUS MARTUTUAEK https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/3000 <p>Baptis merupakan salah satu upacara khusus untuk menerima dan memasukkan orang luar ke dalam suatu komunitas atau kelompok tertentu sebagai anggota penuh dengan segala kewajiban dan haknya. Upacara ini disebut dengan “inisiasi”. Kata “inisiasi” berasal dari bahasa Latin <em>inire</em> atau <em>initiare</em>, yang berarti: memasuki, masuk atau bergabung ke dalam suatu kelompok; atau juga menerima seseorang ke dalam suatu kelompok. <em>Martutuaek</em> yang merupakan suatu ritus baptis dalam Masyarakat Batak Toba memiliki kemiripan dengan baptisan Yesus menurut Mat 3:13-17. Budaya dapat membuka jalan untuk mempertajam Kitab Suci secara kontekstual, dan Kitab Suci memberi penerangan dan penggenapan bagi budaya itu. Ritus <em>martutuaek</em> dapat dilihat dalam terang baptisan Yesus menurut Mat 3:13-17. Teks Kitab Suci yang diimani sebagai wahyu Allah diletakkan pada posisi yang lebih tinggi dari <em>martutuaek</em>.</p> Alfonsus Ara, Antonius Moa, Febri Novel Sinaga Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/3000 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200 MEMAKNAI PENGALAMAN JANDA KATOLIK https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/3001 <p>Seseorang dikatakan berstatus janda apabila ia ditinggal pasangan hidupnya karena perceraian atau ditinggal mati. Hal ini berdampak pada status sosial dan situasi hidup yang baru salah satunya berkaitan dengan aspek perekonomian. Ada fenomena di mana para ibu yang mengemban status janda mampu menafkahi, bahkan menyekolahkan anak-anak. Fenomena ini menjadi titik fokus untuk menemukan makna pengalaman janda Katolik dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis Moustakas, yang didukung dengan teknik pengumpulan data yakni wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Pertanyaan penelitian utama yang dibahas dalam tulisan ini adalah: <em>Apa arti fenomenologis dari pengalaman ibu yang berstatus janda</em><em>?</em> Partisipan dari penelitian ini adalah lima orang umat Katolik yang sudah berstatus janda selama lima tahun atau lebih dan memiliki anak yang harus ditanggung. Temuan dari penelitian ini, yaitu: para partisipan mampu memperjuangkan anak-anaknya, memperjuangkan dirinya, mampu menghadapi berbagai persoalan hidup dan semakin beriman. Semua ini sungguh menunjukkan jati diri mereka sebagai seorang ibu yang sungguh memiliki keibuan.</p> Gonti Simanullang, Ignatius L.Madya Utama, Boni Pandapotan Purba Copyright (c) 2023 https://ejournal.ust.ac.id/index.php/LOGOS/article/view/3001 Rab, 30 Agu 2023 00:00:00 +0200