AGAMA CINTA DI ERA POST-SEKULARISME
Deskripsi Kritis Atas Pandangan JOHN D. CAPUTO
Keywords:
agama, sekularisme, post-sekularisme, John D. Caputo, Derrida, agama cinta, filsafat agamaAbstract
Sebelum zaman modern, agama dan Tuhan memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Selanjutnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menggeser pusat kehidupan manusia dari teosentris menjadi antroposentris, yang menjauhkan manusia dari hal-hal transenden dan menyebabkan agama tersingkir dari ruang publik. Inilah yang disebut sekularisasi, yaitu manusia tidak lagi menempatkan Tuhan sebagai pusat, melainkan dirinya sendiri. Namun, sekularisme tidak mampu menjawab persoalan kontemporer manusia, sehingga agama kembali hadir di ruang publik. Kembalinya agama ini disebut era post-sekularisme, yaitu saat agama kembali tampil setelah sebelumnya disingkirkan. John D. Caputo—filsuf dan teolog Amerika—melalui pendekatan dekonstruktif ala Derrida, menawarkan gagasan “agama cinta”, yang menekankan bahwa inti agama bukan pada klaim kebenaran, melainkan pada tindakan kasih. Seseorang harus terlebih dahulu memahami apa arti mencintai sesuatu sebelum sampai pada pemahaman mencintai Tuhan. Agustinus berkata: “Apa yang aku cintai ketika aku mencintai Tuhanku?” Hal utama dalam beragama adalah perjumpaan dengan Tuhan, yang diwujudkan dalam cinta kasih dan pemaknaan atas nama Tuhan. Caputo mengajukan pendekatan ignorantia sebagai “agama tanpa agama”, yang terdiri dari tiga tahap: (1) “Saya tidak tahu apakah saya percaya kepada Tuhan”, (2) “Saya tidak tahu apakah yang saya percayai itu Tuhan atau bukan”, dan (3) “Apa yang saya cintai ketika saya mencintai Tuhan?” Ketiga pertanyaan ini membawa manusia ke kondisi tidak tahu yang reflektif, hingga mengenal Tuhan dan mengubah arah cintanya dari vertikal menjadi horizontal. Maka, pertanyaannya berubah, yitu bukan lagi “apa yang aku cintai ketika aku mencintai Tuhanku?”, melainkan “bagaimana aku mencintai ketika aku mencintai Tuhanku?” Dari sinilah nama Allah memperoleh makna bukan melalui ancaman, melainkan melalui cinta kasih yang nyata karena Tuhan adalah cinta.References
Caputo, John D. On Religion. London: Routledge, 2001.
Encyclopaedia Britannica. Saint Anselm of Canterbury. https://www.britannica. com/biography/Saint-Anselm-of-Canterbury, diakses 10 Februari 2025.
Nietzsche, Friedrich. The Gay Science, (penerjemah Walter Kaufmann). New York: Vintage Books, 1974.
Tan, Peter. Agama Minus Nalar, Beriman di Era Post-Sekular. Maumere: Ledalero, 2020.